Kamis, 13 Oktober 2016

Tidak mengakui Al-Quran dan Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Tidak mengakui Al-Quran dan Sunnah Sebagai Sumber Hukum

Ketika orang-orang tidak menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagai sumber hukum dan tidak mencari keadilan berdasarkan keduanya, dengan dalih bahwa keduanya tidak memadai dan relevan lagi, bahkan mereka mengabaikan keduanya dan berpegang pada pendapat manusia, analogi, istihsan (anggapan baik terhadap suau perkara), maupun pendapat para ulama, maka timbullah kerusakan dalam fitrah mereka, dan ketumpulan pada akal mereka.
Semua itu telah mewabah dan merajalela ditengah-tengah kehidupan mereka, dan berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama, sejak anak-anak masih kecil sampai dewasa pun menjadi tua. Ironisnya, mereka tidak menilai perbuatan tersebut sebagai suatu kemunkaran.
Tidak lama kemudian, muncullah kekuasaan lain yang menyulap bid’ah menjadi sunnah, syahwat menjadi akal, hawa nafsu menjadi petunjuk, kesesatan menjadi tuntunan, yang munkar menjadi yang ma’ruf, kebodohan menjadi ilmu, riya’menjadi ikhlas, yang bathil menjadi haq, kebohongan menjadi kejujuran, menjilat menjadi nasehat, dan kezhaliman menjadi keadilan.
Perilaku buruk seperti itulah yang akhirnya berkuasa dan membudaya dan para pelakunya pun ditunjuk sebagai teladan dan pemimpin. Padahal, sebelumnya, perilaku yang berkuasa adalah perilaku sebaliknya dan orang-orang yang mempraktikan perilaku sebaliknya juga yang ditunjuk sebagai teladan dan pemimpin.
Apabila anda melihat perilaku buruk macam itu telah berkuasa dan melembaga, bendera-benderanya dimana-mana, dan pasukannya telah terstruktur sedemikian rupa, maka demi Allah, perut bumi lebih baik untuk dihuni daripada tanah datar, dan bergaul dengan puncak gunung lebih baik daripada tanah datar dan bergaul dengan binatang buas lebih baik daripada bersosialisasi dengan sesama manusia.
(Fawaid_PIS_hal;608)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar