Minggu, 24 April 2011

Apakah Anda Sudah Mengenal Allah?

Pertanyaan ini mungkin jarang sekali kita dengar. Bahkan, bagi banyak orang akan terasa aneh dan terkesan tidak penting. Padahal, mengenal Allah dengan benar (baca: ma’rifatullah) merupakan sumber ketentraman hidup di dunia maupun di akherat. Orang yang tidak mengenal Allah, niscaya tidak akan mengenal kemaslahatan dirinya, melanggar hak-hak orang lain, menzalimi dirinya sendiri, dan menebarkan kerusakan di atas muka bumi tanpa sedikitpun mengenal rasa malu.

Berikut ini, sebagian ciri-ciri atau indikasi dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta keterangan para ulama salaf yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam menjawab pertanyaan di atas:

Pertama; Orang Yang Mengenal Allah Merasa Takut Kepada-Nya

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang merasa takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah orang-orang yang berilmu saja.” (QS. Fathir: 28)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Ibnu Mas’ud pernah mengatakan, ‘Cukuplah rasa takut kepada Allah sebagai bukti keilmuan.’ Kurangnya rasa takut kepada Allah itu muncul akibat kurangnya pengenalan/ma’rifah yang dimiliki seorang hamba kepada-Nya. Oleh sebab itu, orang yang paling mengenal Allah ialah yang paling takut kepada Allah di antara mereka. Barangsiapa yang mengenal Allah, niscaya akan menebal rasa malu kepada-Nya, semakin dalam rasa takut kepada-Nya, dan semakin kuat cinta kepada-Nya. Semakin pengenalan itu bertambah, maka semakin bertambah pula rasa malu, takut dan cinta tersebut….” (Thariq al-Hijratain, dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/97])

Kedua; Orang Yang Mengenal Allah Mencurigai Dirinya Sendiri

Ibnu Abi Mulaikah -salah seorang tabi’in- berkata, “Aku telah bertemu dengan tiga puluhan orang Shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka semua merasa sangat takut kalau-kalau dirinya tertimpa kemunafikan.” (HR. Bukhari secara mu’allaq).

Suatu ketika, ada seseorang yang berkata kepada asy-Sya’bi, “Wahai sang alim/ahli ilmu.” Maka beliau menjawab, “Kami ini bukan ulama. Sebenarnya orang yang alim itu adalah orang yang senantiasa merasa takut kepada Allah.” (dinukil dari adh-Dhau’ al-Munir ‘ala at-Tafsir [5/98])

Ketiga; Orang Yang Mengenal Allah Mengawasi Gerak-Gerik Hatinya

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “..Begitu pula hati yang telah disibukkan dengan kecintaan kepada selain Allah, keinginan terhadapnya, rindu dan merasa tentram dengannya, maka tidak akan mungkin baginya untuk disibukkan dengan kecintaan kepada Allah, keinginan, rasa cinta dan kerinduan untuk bertemu dengan-Nya kecuali dengan mengosongkan hati tersebut dari ketergantungan terhadap selain-Nya. Lisan juga tidak akan mungkin digerakkan untuk mengingat-Nya dan anggota badan pun tidak akan bisa tunduk berkhidmat kepada-Nya kecuali apabila ia dibersihkan dari mengingat dan berkhidmat kepada selain-Nya. Apabila hati telah terpenuhi dengan kesibukan dengan makhluk atau ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat maka tidak akan tersisa lagi padanya ruang untuk menyibukkan diri dengan Allah serta mengenal nama-nama, sifat-sifat dan hukum-hukum-Nya…” (al-Fawa’id, hal. 31-32)

Keempat; Orang Yang Mengenal Allah Selalu Mengingat Akherat

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, maka akan Kami sempurnakan baginya balasan amalnya di sana dan mereka tak sedikitpun dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan apa-apa di akherat kecuali neraka dan lenyaplah apa yang mereka perbuat serta sia-sia apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud: 15-16)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah dalam melakukan amal-amal, sebelum datangnya fitnah-fitnah (ujian dan malapetaka) bagaikan potongan-potongan malam yang gelap gulita, sehingga membuat seorang yang di pagi hari beriman namun di sore harinya menjadi kafir, atau sore harinya beriman namun di pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya demi mendapatkan kesenangan duniawi semata.” (HR. Muslim)

Kelima; Orang Yang Mengenal Allah Tidak Tertipu Oleh Harta

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya perbendaharaan dunia. Akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah rasa cukup di dalam hati.” (HR. Bukhari). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya anak Adam itu memiliki dua lembah emas niscaya dia akan mencari yang ketiga. Dan tidak akan mengenyangkan rongga/perut anak Adam selain tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa pun yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari)

Keenam; Orang Yang Mengenal Allah Akan Merasakan Manisnya Iman

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga perkara, barangsiapa memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman…” Di antaranya, “Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya daripada segala sesuatu selain keduanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan bisa merasakan lezatnya iman orang-orang yang ridha kepada Rabbnya, ridha Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim).

Ketujuh; Orang Yang Mengenal Allah Tulus Beribadah Kepada-Nya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap amal itu dinilai berdasarkan niatnya. Dan setiap orang hanya akan meraih balasan sebatas apa yang dia niatkan. Maka barangsiapa yang hijrahnya [tulus] karena Allah dan Rasul-Nya niscaya hijrahnya itu akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena [perkara] dunia yang ingin dia gapai atau perempuan yang ingin dia nikahi, itu artinya hijrahnya akan dibalas sebatas apa yang dia inginkan saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, tidak juga harta kalian. Akan tetapi yang dipandang adalah hati dan amal kalian.” (HR. Muslim). Ibnu Mubarak rahimahullah mengingatkan, “Betapa banyak amalan kecil yang menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Jami’ al-’Ulum wal Hikam oleh Ibnu Rajab).

Demikianlah, sebagian ciri-ciri orang yang benar-benar mengenal Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk termasuk dalam golongan mereka. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Artikel www.muslim.or.id

AKUNTANSI DI PERUSAHAAN DAGANG METODA PERIODIK DAN METODA PERPETUAL

A. Pebedaan Metoda Periodik Dan Metoda Perpetual

1. Metode Periodik
Pada metode ini, apabila terjadi pembelian maka jurnalnya adalah mendebet rekening pembelian dan mengkredit kas atau utang dagang. Jika terjadi penjualan maka jurnalnya adalah mendebet rekening kas/ piutang dagang dan mengkredit rekening penjualan. Untuk mengetahui persediaan akhir dilakukan inventarisasi pada akhir periode.
Menggunakan metoda periodik, pencatatan (meliputi penjualan dan pemindah bukuan ) atas perubahan barang dagang dilakukan secara periodik. Oleh karena barang dagang ditampug di akun persediaan barang dagang maka pencataan di akun persediaan barang dagang dilakukan secara periodik pula, lazimnya pada akhir perioa ketika perusahaan menyusun laporan keuangan. Pencaataan di akun persediaan barang dagang ini dibuat pada saat pencatatan penyesuaian.
Akun- akun metoda periodik:
1. Persedian barang dagang
2. Pembelian
3. Potongan pembelian
4. Retur dan keringanan pembelian
5. Biaya angkut pembelian
6. Utang dagang
7. Penjualan
8. Potongan pejualan
9. Retur dan keringanan penjualan
10. Biaya pengiriman penjualan
11. Piutang dagang
12. Cadangan kerugian piutang tak tertagih
13. Biaya kerugian piutang tak tertagih
14. Harga pokok penjualan

2. Metode Perpetual
Sistem pencatatan metode perpetual disebut juga metode buku adalah sistem dimana setiap persediaan yang masuk dan keluar dicatat di pembukuan.
Setiap jenis barang dibuatkan kartu persediaan dan di dalam pembukuan dibuatkan rekening pembantu persediaan. Rincian dalam buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan dan saldo persediaan. Setiap perubahan dalam persediaan diikuti dengan pencatatan dalam rekening persediaan sehingga jumlah persediaan sewaktu-waktu dapat diketahui dengan melihat kolom saldo dalam rekening persediaan. Masing-masing kolom dirinci lagi untuk kuantitas dan harga perolehannya.
Penggunaan metode buku akan memudahkan penyusunan neraca dan laporan laba rugi jangka pendek, karena tidak perlu lagi mengadakan perhitungan fisik untuk mengetahui jumlah persediaan akhir.
Ciri-ciri terpenting dalam sistem perpetual pada perjurnalan adalah :
a. Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebet rekening persediaan.
b. Harga pokok penjualan dihitung untuk tiap transaksi penjualan dan dicatat dengan mendebet rekening HPP pada persediaan.
c. Persediaan merupakan rekening kontrol dan dilengkapi dengan buku pembantu persediaan yang berisi catatan untuk setiap jenis persediaan. Buku pembantu persediaan menunjukkan keuantitas dan harga perolehan untuk setiap jenis barang yang ada dalam persediaan.
Akun-akun metode perpetual :
a. Persediaan barang dagang
b. Utang dagang
c. Penjualan
d. Potongan penjualan
e. Retur dan keringanan penjualan
f. Biaya pengiriman penjualan
g. Piutang dagang
h. Cadangan kerugian piutang tak tertagih
i. Biayakerugian piutang tak tertagih
j. Harrga pokok penjualan


Perbedaan bentuk Jurnal pada Perusahaan Dagang
• Akuntansi Pembelian Barang Dagangan

TRANSAKSI SISTEM PERPETUAL SISTEM PERIODIK
Pembelian Tunai Persediaan Barang Dagangan xxx
Kas xxx
Pembelian xxx
Kas xxx
Pembelian Kredit Persediaan Barang Dagangan xxx
Utang Dagang xxx
Pembelian xxx
Utang Dagang xxx
Pengembalian Barang karena rusak/cacat (Retur Pembelian) Utang Dagang xxx
Persediaan Barang Dagangan xxx Utang Dagang xxx
Retur Pembelian xxx
Pembayaran Hutang atas pembelian barang dagang dalam periode diskon Utang Dagang xxx
Persediaan barang dagangan xxx
Kas xxx Utang Dagang xxx
Diskon Pembelian xxx
Kas xxx
Pembeyaran biaya angkut, apabila syarat pemgiriman barang FOB shipping Point Persediaan Barang Dagangan xxx
Kas xxx Ongkos angkut xxx
Kas xxx







• Akuntansi Penjualan Barang Dagangan
TRANSAKSI SISTEM PERPETUAL SISTEM PERIODIK
Penjualan Tunai Kas xxx
Penjualan xxx

HPP Barang yang Terjual xxx
Persediaan Barang Dagangan xxx Kas xxx
Penjualan xxx
Penjualan Kredit Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx

HPP Barang yang terjual xxx
Persediaan Barang Dagangan xxx Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
Pengembalian Barang oleh pelanggan karena rusak / cacat Retur Penjualan xxx
Piutang Dagang xxx

Persediaan Barang Dagangan xxx
HPP Barang yang terjual xxx Retur Penjualan xxx
Piutang Dagang xxx
Penerimaan kas dari pembayaran piutang oleh pelanggan dalam periode diskon Kas xxx
Potongan Penjualan xxx
Piutang Dagang xxx Kas xxx
Potongan Penjualan xxx
Piutang Dagang xxx


B. Aplikasi Dalam Perusahaan
Metode periodik
Pada akhir perioda perusahaan melakukan perhitungan fisik terhadap barang dagang yang masih tersedia di gudang. Hasil perhitungan ini digunakan unuk melakukan pegkinian (update) terhadap akun persediaan barang dagang melalui pencatatan penyesuai.
Metode perpetual
Menggunakan perpetual setiap saat akun persediaan barang dagang telah menunjukan saldo terkini/terbaru dari akun tersebut. Dengan demikian perusahaan tidak perlu melakukan pencatatan penyesuaian terhadap akun pesediaan barang dagang sepanjang tidak terjadi kerusakan / kesaahan terhadap barang dagang tersebut. Demikian pula untuk akun harga pokok penjualan, perusahaan tidak perlu menghitung harga pokok penjualan karena saldo akun harga pokok penjualan yang dibentuk selama perioda berjalan telah menyediakn informasitersebut.
Dari kedua metode di atas, metode persediaan periodik lebih sederhana dan lebih mudah penyelenggaraannya bila dibandingkan dengan metode perpetual. Namun ditinjau dari segi ketepatan dan kecepatan informasi yang dihasilkan, metode persediaan perpetual jauh lebih unggul. Setiap saat persediaan akhir dapat diketahui.






DAFTAR PUSTAKA

• Sony warsono, 2009, akutannsi pengantar 1 berbasis mate-matika, Yogyakarta, asgard chapter.
• http://www.akuntanmaniak.co.cc/2010/08/perbedaan-metode-perpetual-dan-periodik.html
• http://dasar-akuntansi.blogspot.com/2009/09/akuntansi-persediaan.html
• http://www.pdfchaser.com/pdf/sistem-akuntansi-hutang.html

menjadi guru yang ideal

Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diwajibkan untuk diikuti oleh setiap orang terutama manusia muda (baca : peserta didik). Dan salah satu factor penunjang keberhasilan pendidikan adalah peranan pendidik (guru). Tidak jarang pembahasan tentang tugas dan peran guru menjadi bahan perbincangan yang serius ketika muncul masalah-masalah pada diri siswa di sekolah. Gurulah yang pertama ditegur, kenapa begini dan kenapa begitu sehingga problem-problem bermunculan. Disisi lain sangat sedikit sekali bahkan hampir tidak pernah setiap guru teladan mendapat penghargaan dari berbagai pihak ketika guru telah menunjukkan prestasinya.
Sebagai profesi lainnya, diakui atau tidak, guru juga pasti memiliki keberhailan dan kelemahan. Kekurangan guru diantaranya ialah 1) akademik yang kurang memadai; 2) kurang professional; 3) kurang memahami ilmu pendidikan (paedagogig); 4) minimnya semangat belajar, berinovasi dan berkreasi; 5) memandang sebagai profesi belaka. Ironisnya lagi, para guru lebih suka berdemo turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi menuntut ini dan itu daripada mengemukakan ide dan gagasan melalui pena/tulisan. Memang langkah unjuk rasa semacam itu tidak salah, tetapi juga bukan satu-satunya cara yang efektif dan efisien untuk menyampaikan keluhan-keluhan dan ketimpangan yang terjadi di dunia pendidikan (sekolah).
Sebuah surat kabar lokal mengabarkan bahwa sebanyak sebelas ribuan guru, hanya 0,05% saja yang telah melakukan pengembangan profesi dengan membuat karya ilmiah atau penelitian (Radar Pekalongan, 29/5/2009). Dilaporkan harian ini pula, minat guru minim karena para guru masih terjebak dengan rutinitas mengajar yang dilakukan setiap hari di kelas. Dan pola pengajaran guru masih konfensional tanpa mencoba kreatifitas dengan mengembangkan penelitian yang mampu meningkatkan mutu pengajarannya di kelas. Tampaknya, budaya bertutur, berceramah dan bercerita seolah mendominasi dan berurat akar dikalangan guru sehingga sulit untuk membiasakan diri dengan menulis atau meneliti secara sistematis, tak sekedar mencatat bahan ajar di kelas.
Melihat beberapa permasalahan diatas, maka kelompok kami akan membahas tentang sosok guru yang ideal.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi guru ideal
2. Ciri-ciri guru ideal
3. Upaya menjadi guru yang ideal

C. Tujuan
Untuk mengetahui apa itu definisi guru ideal
Untuk memahami apa ciri-ciri guru ideal
Untuk memahami upaya-upaya menjadi guru yang ideal



















Bab II
Pembahasan


A. Definisi guru ideal
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman.
Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya.
Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Tapi, dia pun harus bisa menerima kritikan dari peserta didiknya. Dari kritik itulah dia dapat belajar dari para peserta didiknya. Guru ideal justru harus belajar dari peserta didiknya. Dari mereka guru dapat mengetahui kekurangan cara mengajarnya, dan melakukan umpan balik (feedback).

B. Ciri-ciri Guru Ideal
Dari hasil perenungan yang mendalam, dan juga hasil wawancara dengan teman-teman guru di mana penulis bertugas didapatkan pendapat yang beragam dan mengerucut pada tiga pendapat tentang guru ideal.
Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Senyum, Salam, Sapa, Syukur, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru yang memiliki keempat sifat itu adalah guru yang mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki budi pekerti yang luhur. Selalu berkata benar, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sifat tersebut di atas harus dimiliki oleh guru dalam mendidik anak didiknya karena memiliki motto iman, ilmu, dan amal. Memiliki iman yang kuat, menguasai ilmunya dengan baik, dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.
Selain itu, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat.

Kelima kecerdasan itu adalah:
1. kecerdasan intelektual
2. kecerdasan moral
3. kecerdasan social
4. kecerdasan emosional
5. kecerdasan motorik
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa?
Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus plagiarisme (menjiplak karya tulis ilmiah milik orang lain) dan korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois, dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia pun harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan melecehkan orang lain. Dia harus memiliki sifat penyabar dan pemaaf.
Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. Kecerdasan motorik harus senantiasa dilatih agar guru dapat menjadi kreatif dan berprestasi.
C. Upaya menjadi guru ideal
Kita telah membahas mengenai definisi dan cirri-ciri guru ideal. Agar dapat memenuhi kriteria seperti diatas, maka upaya yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi lancar
Komunikasi adalah pembicaraan dua arah. Jika di kelas, antara guru dan muridnya. Komunikasi berarti ‘nyambung’. Bukan guru bermonolog dan murid ngobrol sendiri. Atau murid bertanya dan guru menjawab entah ke mana. Komunikasi memang tidak menjamin kompetensi. Tapi setidaknya dengan komunikasi yang baik, keinginan kedua belah pihak dapat tersampaikan dan dimengerti oleh yang dituju.
Dalam penyampaian bahan ajar, kompetensi tak pernah kalah penting dari komunikasi. Jika komunikasi baik namun kompetensi gurunya kurang, pengembangan potensi peserta didik tak dapat maksimal selain dapat berisiko ‘ilmu yang salah’.
Jika peserta didik telah dapat belajar mandiri, kesalahan dalam materi yang diajarkan oleh guru dapat ditanggulangi dengan baik dengan perbaikan dari sumber yang lain. Pada tahap ini, murid diharapkan untuk mampu menyampaikan dengan baik dan sopan pendapatnya dalam usaha ‘meluruskan kesalahan’ yang dibuat oleh guru pengajar dan kebesaran hati serta sikap terbuka dari guru yang bersangkutan.
Jika peserta didik belum dapat mandiri, maka diharapkan kelak ia mampu menemukan kebenarannya dan mampu memaafkan serta maklum bahwa guru bukanlah mahluk yang tak pernah salah. Guru dapat salah, namun kesalahan guru cenderung lebih sulit termaafkan dibandingkan dengan kesalahan yang sama yang dibuat oleh ‘orang lain’. Ini adalah salah satu sisi beratnya menjadi guru.
2. Tak berhenti belajar
Guru tak boleh berhenti belajar dengan alasan apapun juga. Saat ia berhenti belajar, saat itu pulalah ia sebaiknya berhenti menjadi guru. Guru harus tanggap pada perkembangan zaman dan keilmuan yang diajarnya. Peka pada isu sosial dan lingkungan namun punya prinsip yang kokoh sehingga tegar dalam toleransi terhadap perbedaan.
Guru harus mutakhir dalam keilmuan. Indonesia banyak ketinggalan dari negara lain tapi bukan berarti potensi kita lemah. Potensi manusia Indonesia sesungguhnya besar dan melingkupi berbagai bidang, ditunjang pula oleh potensi alam (yang walaupun semakin menipis karena tersia tapi limpahannya masih menggiurkan). Kemampuan eksplorasi dan pengembangan sangat penting untuk dapat memajukan negeri ini. Jika guru malas belajar, apa jadinya jika putra bangsa diajarkan ilmu yang ‘sudah basi’ karena –misalnya- ternyata sudah dibatalkan oleh penemuan/konsensus terbaru.
3. Mampu bekerja sama
Bekerja sama tidaklah sama dengan bekerja bersama-sama. Bekerja sama adalah berkolaborasi. Membina hubungan baik, kekompakan dan menjaga komunikasi agar soliditas tim kokoh. Tim dapat berupa kelompok pengajar bidang studi yang sama, sesama pengajar kelas 10 (misalnya), sebagai lingkup yang penting, setiap guru adalah anggota tim murid-orangtua-guru bagi setiap murid.
Kerja sama mensyaratkan kesetaraan kompetensi yang dapat diandalkan antar anggota tim, komunikasi yang baik, serta kemauan belajar. Kemampuan bekerja sama akan melengkapi syarat utama yang harus ada pada diri seorang guru. Dengan semua potensi ini, guru ideal dapat terwujud dari sosok siapa saja. Tidak harus bergelar mentereng berjejer (Dr. Ir, PhD), tidak harus cantik/ganteng untuk menjadi ’menarik’ di mata peserta didik. Namun disisi lain sangat sedikit sekali bahkan hampir tidak pernah setiap guru teladan mendapat penghargaan dari berbagai pihak ketika guru telah menunjukkan prestasinya.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan





B. Saran
sudah sewajarnya bila anda berprofesi sebagai seorang guru harus mampu berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Sang Maha Pemberi. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa untuk memiliki budi pekerti yang luhur. Mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan oleh para leluhur bangsa.