Minggu, 24 April 2011

menjadi guru yang ideal

Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diwajibkan untuk diikuti oleh setiap orang terutama manusia muda (baca : peserta didik). Dan salah satu factor penunjang keberhasilan pendidikan adalah peranan pendidik (guru). Tidak jarang pembahasan tentang tugas dan peran guru menjadi bahan perbincangan yang serius ketika muncul masalah-masalah pada diri siswa di sekolah. Gurulah yang pertama ditegur, kenapa begini dan kenapa begitu sehingga problem-problem bermunculan. Disisi lain sangat sedikit sekali bahkan hampir tidak pernah setiap guru teladan mendapat penghargaan dari berbagai pihak ketika guru telah menunjukkan prestasinya.
Sebagai profesi lainnya, diakui atau tidak, guru juga pasti memiliki keberhailan dan kelemahan. Kekurangan guru diantaranya ialah 1) akademik yang kurang memadai; 2) kurang professional; 3) kurang memahami ilmu pendidikan (paedagogig); 4) minimnya semangat belajar, berinovasi dan berkreasi; 5) memandang sebagai profesi belaka. Ironisnya lagi, para guru lebih suka berdemo turun ke jalan untuk menyampaikan aspirasi menuntut ini dan itu daripada mengemukakan ide dan gagasan melalui pena/tulisan. Memang langkah unjuk rasa semacam itu tidak salah, tetapi juga bukan satu-satunya cara yang efektif dan efisien untuk menyampaikan keluhan-keluhan dan ketimpangan yang terjadi di dunia pendidikan (sekolah).
Sebuah surat kabar lokal mengabarkan bahwa sebanyak sebelas ribuan guru, hanya 0,05% saja yang telah melakukan pengembangan profesi dengan membuat karya ilmiah atau penelitian (Radar Pekalongan, 29/5/2009). Dilaporkan harian ini pula, minat guru minim karena para guru masih terjebak dengan rutinitas mengajar yang dilakukan setiap hari di kelas. Dan pola pengajaran guru masih konfensional tanpa mencoba kreatifitas dengan mengembangkan penelitian yang mampu meningkatkan mutu pengajarannya di kelas. Tampaknya, budaya bertutur, berceramah dan bercerita seolah mendominasi dan berurat akar dikalangan guru sehingga sulit untuk membiasakan diri dengan menulis atau meneliti secara sistematis, tak sekedar mencatat bahan ajar di kelas.
Melihat beberapa permasalahan diatas, maka kelompok kami akan membahas tentang sosok guru yang ideal.

B. Rumusan Masalah
1. Definisi guru ideal
2. Ciri-ciri guru ideal
3. Upaya menjadi guru yang ideal

C. Tujuan
Untuk mengetahui apa itu definisi guru ideal
Untuk memahami apa ciri-ciri guru ideal
Untuk memahami upaya-upaya menjadi guru yang ideal



















Bab II
Pembahasan


A. Definisi guru ideal
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman.
Guru ideal adalah dambaan peserta didik. Guru ideal adalah sosok guru yang mampu untuk menjadi panutan dan selalu memberikan contoh atau keteladanan. Ilmunya seperti mata air yang tak pernah habis. Semakin diambil semakin jernih airnya. Mengalir bening dan menghilangkan rasa dahaga bagi siapa saja yang meminumnya.
Ilmunya mengalir deras dan terus bersemi di hati para anak didiknya. Tapi, dia pun harus bisa menerima kritikan dari peserta didiknya. Dari kritik itulah dia dapat belajar dari para peserta didiknya. Guru ideal justru harus belajar dari peserta didiknya. Dari mereka guru dapat mengetahui kekurangan cara mengajarnya, dan melakukan umpan balik (feedback).

B. Ciri-ciri Guru Ideal
Dari hasil perenungan yang mendalam, dan juga hasil wawancara dengan teman-teman guru di mana penulis bertugas didapatkan pendapat yang beragam dan mengerucut pada tiga pendapat tentang guru ideal.
Guru ideal yang diperlukan saat ini adalah pertama, guru yang memahami benar akan profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridho dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S dalam kesehariannya (Senyum, Salam, Sapa, Syukur, dan Sabar).
Kedua, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki sifat selalu berkata benar, penyampai yang baik, kredibel, dan cerdas. Guru yang memiliki keempat sifat itu adalah guru yang mampu memberikan keteladanan dalam hidupnya karena memiliki budi pekerti yang luhur. Selalu berkata benar, mengajarkan kebaikan, dapat dipercaya, dan memiliki kecerdasan yang luar biasa. Sifat tersebut di atas harus dimiliki oleh guru dalam mendidik anak didiknya karena memiliki motto iman, ilmu, dan amal. Memiliki iman yang kuat, menguasai ilmunya dengan baik, dan mengamalkan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain.
Selain itu, Guru yang ideal adalah guru yang memiliki 5 kecerdasan. Kecerdasan yang dimiliki terpancar jelas dari karakter dan perilakunya sehari-hari. Baik ketika mengajar, ataupun dalam hidup ditengah-tengah masyarakat.

Kelima kecerdasan itu adalah:
1. kecerdasan intelektual
2. kecerdasan moral
3. kecerdasan social
4. kecerdasan emosional
5. kecerdasan motorik
Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, mengapa?
Bila kecerdasan intelektual tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Segala cara dianggap halal, yang penting target tercapai semaksimal mungkin. Inilah yang terjadi pada masyarakat kita sehingga kasus plagiarisme (menjiplak karya tulis ilmiah milik orang lain) dan korupsi merajalela di kalangan orang terdidik. Karena itu kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual sehingga akan mampu berlaku jujur dalam situasi apapun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain kecerdasan intelektual dan moral, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois, dan selalu memperdulikan orang lain yang membutuhkan pertolongannya. Dia pun harus mampu bekerjasama dengan karakter orang lain yang berbeda. Kecerdasan emosional harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan melecehkan orang lain. Dia harus memiliki sifat penyabar dan pemaaf.
Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilitas tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal. Kecerdasan motorik harus senantiasa dilatih agar guru dapat menjadi kreatif dan berprestasi.
C. Upaya menjadi guru ideal
Kita telah membahas mengenai definisi dan cirri-ciri guru ideal. Agar dapat memenuhi kriteria seperti diatas, maka upaya yang dapat kita lakukan adalah sebagai berikut:
1. Komunikasi lancar
Komunikasi adalah pembicaraan dua arah. Jika di kelas, antara guru dan muridnya. Komunikasi berarti ‘nyambung’. Bukan guru bermonolog dan murid ngobrol sendiri. Atau murid bertanya dan guru menjawab entah ke mana. Komunikasi memang tidak menjamin kompetensi. Tapi setidaknya dengan komunikasi yang baik, keinginan kedua belah pihak dapat tersampaikan dan dimengerti oleh yang dituju.
Dalam penyampaian bahan ajar, kompetensi tak pernah kalah penting dari komunikasi. Jika komunikasi baik namun kompetensi gurunya kurang, pengembangan potensi peserta didik tak dapat maksimal selain dapat berisiko ‘ilmu yang salah’.
Jika peserta didik telah dapat belajar mandiri, kesalahan dalam materi yang diajarkan oleh guru dapat ditanggulangi dengan baik dengan perbaikan dari sumber yang lain. Pada tahap ini, murid diharapkan untuk mampu menyampaikan dengan baik dan sopan pendapatnya dalam usaha ‘meluruskan kesalahan’ yang dibuat oleh guru pengajar dan kebesaran hati serta sikap terbuka dari guru yang bersangkutan.
Jika peserta didik belum dapat mandiri, maka diharapkan kelak ia mampu menemukan kebenarannya dan mampu memaafkan serta maklum bahwa guru bukanlah mahluk yang tak pernah salah. Guru dapat salah, namun kesalahan guru cenderung lebih sulit termaafkan dibandingkan dengan kesalahan yang sama yang dibuat oleh ‘orang lain’. Ini adalah salah satu sisi beratnya menjadi guru.
2. Tak berhenti belajar
Guru tak boleh berhenti belajar dengan alasan apapun juga. Saat ia berhenti belajar, saat itu pulalah ia sebaiknya berhenti menjadi guru. Guru harus tanggap pada perkembangan zaman dan keilmuan yang diajarnya. Peka pada isu sosial dan lingkungan namun punya prinsip yang kokoh sehingga tegar dalam toleransi terhadap perbedaan.
Guru harus mutakhir dalam keilmuan. Indonesia banyak ketinggalan dari negara lain tapi bukan berarti potensi kita lemah. Potensi manusia Indonesia sesungguhnya besar dan melingkupi berbagai bidang, ditunjang pula oleh potensi alam (yang walaupun semakin menipis karena tersia tapi limpahannya masih menggiurkan). Kemampuan eksplorasi dan pengembangan sangat penting untuk dapat memajukan negeri ini. Jika guru malas belajar, apa jadinya jika putra bangsa diajarkan ilmu yang ‘sudah basi’ karena –misalnya- ternyata sudah dibatalkan oleh penemuan/konsensus terbaru.
3. Mampu bekerja sama
Bekerja sama tidaklah sama dengan bekerja bersama-sama. Bekerja sama adalah berkolaborasi. Membina hubungan baik, kekompakan dan menjaga komunikasi agar soliditas tim kokoh. Tim dapat berupa kelompok pengajar bidang studi yang sama, sesama pengajar kelas 10 (misalnya), sebagai lingkup yang penting, setiap guru adalah anggota tim murid-orangtua-guru bagi setiap murid.
Kerja sama mensyaratkan kesetaraan kompetensi yang dapat diandalkan antar anggota tim, komunikasi yang baik, serta kemauan belajar. Kemampuan bekerja sama akan melengkapi syarat utama yang harus ada pada diri seorang guru. Dengan semua potensi ini, guru ideal dapat terwujud dari sosok siapa saja. Tidak harus bergelar mentereng berjejer (Dr. Ir, PhD), tidak harus cantik/ganteng untuk menjadi ’menarik’ di mata peserta didik. Namun disisi lain sangat sedikit sekali bahkan hampir tidak pernah setiap guru teladan mendapat penghargaan dari berbagai pihak ketika guru telah menunjukkan prestasinya.








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan





B. Saran
sudah sewajarnya bila anda berprofesi sebagai seorang guru harus mampu berlomba-lomba untuk menjadi sosok guru yang ideal. Ideal di mata peserta didik, ideal di mata masyarakat, dan ideal di mata Sang Maha Pemberi. Bila semakin banyak guru ideal yang tersebar di sekolah-sekolah kita, maka sudah dapat dipastikan akan banyak pula sekolah-sekolah berkualitas yang mampu membentuk karakter siswa untuk memiliki budi pekerti yang luhur. Mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang diharapkan oleh para leluhur bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar